Ingin Bertemu Mimi


Sepasang pengamen, sebut saja Mimin dan Maman sedang istirahat di sebuah masjid. Datanglah seorang ibu  duduk-duduk di sebelah Mereka. Lalu ibu itu menitipkan bayi tersebut pada Mimin, izin akan membeli sesuatu di warung. Tanpa berpikir panjang, Mimin mengiyakan. Ditunggu dan ditunggu, ibu tersebut tak kunjung kembali. Karena kasihan, Mimin dan Maman memutuskan untuk mengasuhnya. Mereka memberi nama anak ini Mimi.


Mimi selalu digendong Mimin sembari mengamen. Keanehan mulai terlihat terkait perkembangan Mimi. Mimi sulit diajak komunikasi. Tak kunjung bisa bicara dan tak bisa melakukan aktifitas pribadinya terkait makan, buang air dan sebagainya. Dianggap semakin merepotkan, anak ini dikunci di rumah tiap orangtua mengamen. Saat itu usianya 7 tahun.  

Tiga tahun berikutnya, Mimin dan Maman tak sanggup mengasuh Mimi. Seorang dari salah satu dinas datang, sebut saja Imron. Atas inisiatifnya ia memperjuangkan agar anak ini bisa diterima yayasan yang menerima anak dengan kondisi tersebut. Rupanya kepala dinas memerintahkannya untuk memasukan di yayasan muslim.


Dua yayasan muslim khusus anak disabilitas menolak. Merasa anak ini terlampau berat karena belum mandiri sama sekali. Karena tidak ada lagi, maka dicarikannya yayasan di luar kabupaten yang mau menerima Mimi. Satu yayasan dari kabupaten lain menerima dan merasa mampu mengatasi anak dengan kondisi bagaimanapun. Sepuluh bulan berjalan, yayasan ini mengaku tak sanggup dan meminta anak ini dikembalikan.

 Dengan pencairan dana dinas yang alot, yayasan yang tak sanggup tersebut mengancam memulangkan anak lewat kereta jika tetap tak diambil. Akhirnya pihak kedinasan patungan dengan uang masing-masing untuk menjemput anak tersebut. Untuk pertama kalinya setelah 10 bulan tak bertemu, kondisi Mimi tampak lebih memprihatinkan.

Badannya tambah kurus, tampak tak terawat dan terdapat beberapa luka di tubuhnya. Nahasnya kepala dinas tetap berpikir untuk memasukkan anak ini ke yayasan muslim dan tetap tak ada yang sanggup menerima. Dengan perjuangan  Imron, memanfaatkan pergantian kepala Dinas saat itu, Mimi masuk di salah satu yayasan panti asuhan nasrani yang menerima anak disabilitas mulai berat sampai ringan dari berbagai latar belakang. 


Beberapa bulan kemudian Mimi tampak lebih berisi, terawat dan mulai memahami beberapa instruksi untuk duduk, datang saat dipanggil namanya, mengetahui toilet dan menjabat tangan saat diminta salim.
Minggu depan saya akan ke sana bertemu Mimi yang sekarang sudah berusia 14 tahun. 
Beberapa identitas dari cerita saya kaburkan.
Semoga ke depan ada yang bisa kami kolaborasikan, jika sempat akan saya ceritakan pada kalian.

Komentar