Malam. Kosan sepi. Pikiran berisik. Capek betul. Memang gaduh
biasanya. Dan tambah gaduh di hari tertentu. Lalu mereda lagi. Gaduh lagi.
Mereda lagi. Begitu seterusnya.
Tidak setiap orang menyadari bagaimana kondisi mentalnya. Orang
yang menyadari bagaimana kondisi mentalnya buruk pun tidak serta merta bisa
membaik. Saya misalnya. Saat menulis ini pikiran saya masih riuh. Hingga kata
ini ditulis, mulai sadar. Beberapa detik saja, lalu riuh lagi.
Tapi, nggak papa. Poin
plusnya saya sudah sadar. Tinggal berjuang menghadapi dan memulihkannya. Luka masa
lalu ada yang masih menganga. Pola asuh bapak ibu beberapa masih menyisakan
tanda tanya. Ini salah siapa? Saya? Bapak ibu saya? Mantan saya? Tukang cilok? Rektor?
Atau siapa?
Tidak. Tidak ada yang patut disalahkan. Masing-masing dari kita adalah korban keadaan. Kalau ingin menangis ya menangis saja. Sekarang misalnya saya juga sedang menangis. Sedikit.
Kan, kan. Pikiran saya gaduh lagi.
Baiklah. Saya cerita sedikit. Malam ini monster dalam diri
saya muncul lagi. Beberapa jam terbuang percuma. Scroll medsos, rebahan tak
jelas dan kembali memikirkan betapa tak berguna dan bodohnya saya. Lama. Dan menyeramkan.
Ini bukan kali pertama. Meski tidak ekstrim, tapi perubahan
suasana hati seperti ini sering terjadi. Tak terlalu suka rame-rame, tapi saat
sendiri situasi makin menjadi. Semangat yang terbangun sebelumnya tiba-tiba
meredup. Besoknya pulih lagi, membara lagi. Begitu seterusnya.
Anehnya, pantang buat mundur. Meski ya, membosankan. Tapi jalani
aja terus.
Sebelum tulisan ini dibuat saya tiba-tiba bangkit. Melawan monster itu. Bersihin kamar, melipat baju dan membersihkan sampah. Sikat gigi. Ambil susu pembersih wajah yang harganya murah betul, mengusap dengan toner, memakai krim tester tempat kerja (semua ini lama tak tersentuh), menyisir rambut dan bercermin. Memandangi wajah dan berbisik: ‘’Kamu cantik, bukan monster!’’
Media sosial, goleran, adalah sumbernya. Iyakah? Bisa iya,
bisa tidak.
Yang jelas monster itu tidak kelihatan di cermin tadi. Senyumnya
saat menghadapi anak-anak dan binar matanya tiap melihat emak-emak tua
memanggul bakul bekerja. Meski sayu, tapi dia tak garang bukan? Jadi monsternya
di mana?
Ya di pikiran, ya. Pelan-pelan. Ajak monsternya berkenalan. Lihat
dulu baik-baik. Jangan-jangan bukan monster. Gimana-gimana? Masih takut?
Mulai hari ini, monster itu yang pelan-pelan perlu diajak berdamai. Bukan dimusnahkan. Ndak kasihan ta. Siapa tahu dia perlu pertolongan. Hati-hati, sebelum dia menikam.
Komentar
Posting Komentar