Kapan Pulang?


Selamat pagi.

Halo, gimana kabar? Lama nian tak bertukar cerita. Betah amat, tak niat pulang kah? Baiklah, aku lupa, kamu pernah bilang, kalau belum benar-benar menemukan arti kepulangan. Dah. Tak perlu diperpanjang. Ribet.

Jiah, aku sedang di rumah loh ini. Di rumah bapak tepatnya. Bukan rumahku. Masih konsisten bahwa aku belum menemukan definisi pulang yang sesungguhnya. Dan benar juga katamu, tak perlu diperpanjang bahasan Soal pulang. Ribettt.
Baiklah, mungkin kamu ingin mendengarnya. Tapi benarkah? Jangan-jangan memang hanya sekedar ingin tahu. Tapi tak apa lah, aku memang saat ini hanya butuh didengar.

Hehe, sadar atau enggak, banyak hal menarik hingga awal tahun ini. Coba kamu masih ingat bahwa dulu aku sempat bilang hampir kuliah di PLB? Yaa, 8 bulan kemarin aku jadi guru special need kids di sebuah sekolah inklusi. Senang betul, aku belajar banyak hal dari anak-anak istimewa itu. Ciyusss, bukan aku gurunya, tapi mereka. Ya meski pada akhirnya aku mundur karena lingkungan yang tak nyaman dengan keberadaanku yang sukanya ngasi masukan ini itu, wkwkkw. Ya gimana ya, masak ada hal yang ga bener bisa kudiemin? Tapi ya sudah, memang sepertinya begitulah, aku seneng bisa belajar gratis tentang anak spesial dan model pendampingannya.


Hal yang cukup berat menjelang pergi, anak yang kudampingii dan mamanya sedih nian. Aku nangis, mereka juga. Kamu harus tahu menjalin ikatan emosional adalah kunci kemulusan pendampinganku selama ini. Anak ini banyak berkembang dan sudah lancar komunikasi menuju dua arah, sudah pintar curhat dan berimajinasi, banyak hal yang di luar dugaan daripada 8 bulan yang lalu. Tapi percayalah kunci ini semua adalah komunikasi saya dan mamanya yg baik. Kita saling melengkapi soal metode pembelajaran.  Tapi waktu bergulir dan nasib membawaku terpental lagi ke dunia lain. Eh lebih tepatnya yang lebih mendekati dengan pengalaman studyku. 

Di bilang lain ya ga lain-lain banget sih. Marketing tepatnya, digitalnya lagi, aku padahal ga digital digital amat. Tapi mereka menghargai upayaku untuk belajar. Kau taulah aku model yang sok-sok an mau nerima tantangan gitu haha jadi kuiyakan. Sebelumnya hampir aku balik ke dunia jurnalistiknya lebi tepatnya bagian news anchor, pembawa berita. Tapi sayangnya mereka lagi lebih memerlukan marketing. Tak masalah, aku juga lagi pingin belajar tentang itu.

Lalu mulus? Ya ngga juga sih. Aku ga jago banget soal disain jadi kaku gitu. Belum lagi akunnya kebanned. Baru tau setelah dibeli FB, Ig jadi lebih ketat sama akun bisnis atau komunitas gitu. Tae laaaah. Tapi gapapa, ya gapapa. Memang sepertinya mesti gitu dan sekali lagi yg terpenting pelajarannya. Mengenai konsekuensinya sa sih sudah siap. Hihihi.

Mengenai resolusi? Engga, sa sudah malas berresolusi. Tiap hari kita perlu buat resolusi tak harus nunggu tahun baru. Banyak hal yg mulai kusadari. Ya, buat orang yg kesadaran dirinya rendah seperti saya ini tentu penting banget. Banget. Hal ini lah yg bisa jadi salah satu alternatif buat meningkatkan kesehatan mental. Yang sepertinya sudah ga beres sejak lama. Tapi gapapa. Ya gapapa. Penerimaan adalah hal nomor dua yg juga penting terkait kesehatan mental setelah kesadaran diri.

Mengenai hati? Haha, sudahlah, sa ga bilang baik-baik saja atau sedang rapuh atau gimana. Lha namanya juga Nerima. Nerima kalo lagi sakit, nerima kalo lagi seneng, Nerima kalo lagi sedih. Ya nerima.

Bisnis? Hihi lagi nemu partner yg cocok, temen pas kerja di sekolah inklusi dulu. Dia ukhti Soleha gitu yg kalo ngamuk macam macan wkkwkw. Tapi bae hatinya ga ketulungan. Lagi nyoba PNS sih dia doain jaa yak. Kami lagi nyiapin bisnis yg mo difokusin. Ya sambil belajar marketing gitu bisa diaplikasikan di sini lah. Poko doain terooos wkwkwk.

Dongeng? Ini fase paling menyenangkan soal berkomunitas. Aku galagi menghidupi mimpi oranglain, aku lagi menghidupi mimpiku dan teman-teman yang sevisi denganku. Tetap bisa bergembira dengan anak-anak dengan lebih leluasa. Nanti kita cerita-cerita khusus tentang ini yakkk.

Nulis? Pffft. Lagi proses ah. Proses. Proses. Tunggu yakkk.

Lalu kapan mo pulang? Haha, sudah kubilang aku belum tahu. Jujur ya sa betah di Jember Krn dia itu tengah-tengah. Ga kota-kota banget, dan ga desa-desa banget. Ga rame-rame banget dan ga sepi-sepi banget. Lagi sumpek di kota bisa maen ke desanya. Meski gatau bahasa Madura ya tapi gatau aja nyaman kalo di Jember.

Jadi maksudmu kamu mo menetap di Jember?

Ngga tau. Dah dulu ya mo sarapan. Byeee.

Komentar