#7Nyasar di Pasar



                Akhirnya, libur juga. Hari ini mama mengajakku ke pasar. Mama mengenakan baju dan rok berwarna biru. Aku mengenakan baju merah muda dan topi bulat berwarna merah terang. Kami berangkat naik motor . Ini adalah kali pertama aku pergi ke pasar dengan mama.
                Ada banyak sekali orang di pasar. Para penjual teriak-teriak menawarkan dagangannya. Aku sedikit pusing mendengarnya. Mama memandangku. Aku tahu maksudnya, aku diminta menutup telingaku jika mulai pusing. Tangan kananku terus mencengkeram baju mama. Aku takut hilang di tempat ini.
                Tiba-tiba mama berhenti di sebuah tempat yang menjual beras dan tepung-tepungan. Warnanya banyak sekali aku tak tahu namanya apa saja. Banyak sekali yang beli. Aku melihat-lihat sekelilingku. Tiba-tiba mataku menatap sesuatu yang bergerak dari kejauhan. Itu mirip seperti yang ada di sekolah. Hanya saja warnanya lebih banyak dan ukurannya lebih beragam.
                Aku berlari menuju benda hebat itu. Kuamati baling-balingnya. Hembusan anginnya menyegarkan. Mulutku terus mengatakan, ‘’Kipas....kipas....kipas....’’ tanpa henti. Seorang laki-laki sedikit tua menghampiri. Mulutnya seperti mengatakan sesuatu. Aku tak peduli. Kupegangi kerangka luar kipas yang menutup baling-baling di dalamnya. Laki-laki itu mendekat, menarik tanganku untuk keluar. Aku marah dan ingin menangis.
                Sampai di luar aku sadar aku sedang tidak bersama mama. Aku langsung menangis memanggil mama. Aku menangis sambil mengingat-ingat di mana terakhir aku bersama mama. Aku hanya melihat orang-orang yang lalu lalang di antara gundukan cabe, telur, dan entah bahan-bahan aneh yang juga pernah kullihat di dapur mama. Tangisku semakin kencang. Aku bingung. Wajah mama  tak kunjung kelihatan. Aku sangat takut.
                Aku lari lagi. Terus mencari. Baju biru mama tak kelihatan juga. Aku pusing dan beberapa orang mulai menghampiri. Mereka memberi pertanyaan yang tak kutahu maksudnya. Mereka semakin banyak. Tangisku semakin keras. Aku menutup mukaku sembari terus sesengukan. Hingga aku menyadari ada suara yang sangat kukenal. Aku membuka mata dan segera memeluknya.
Mama, Uyi takut!!

Komentar