#4 Namaku Uyiii!



                Mama bilang kita akan pergi ke sekolah yang baru lagi. Dengan kemarahan yang sama aku tidak suka dibangunkan lebih pagi dari biasanya. Tapi ya sudahlah, mama juga tidak akan mengerti. Ada sedikit ketakutan apakah nanti sekolahku yang baru menyenangkan. Aku pikir tidak ada yang lebih menyenangkan dari sekolahku yang dulu. Setidaknya tidak seperti sekolah biru kemarin. Atau setidaknya aku tidak lagi dituntut terapi setiap hari. Aku tak suka.
                Mama mengantarku dengan sepeda motor. Sepanjang jalan banyak sekali anak-anak sepertiku diantar papa atau mamanya. Aku tak punya papa, jadi tak tahu bagaimana rasanya diantar papa. Sejak kecil mama yang merawatku. Sembari memandangi roda-roda berputar di jalanan, sampailah akhirnya di sekolahku yang baru. Pagar hitam dan gedung yang lebih besar dari sebelumnya. Ada ayunan, jungkat-jungkit, prosotan di depan gedung kecil yang warna-warni. Aku langsung berlari ke sana, mama gagal mencegahku. Aku meluncur di prosotan. Dari jauh mama tampak mengetik sesuatu di hp nya. Aku berpindah main ayunan. Senang sekali rasanya bisa main di sini.
                Raut mukaku berubah saat tiba-tiba seorang perempuan berbadan besar dengan rambut pendek datang menyalami mama. Mama melambai dan memanggil namaku. Aku tetap diam saja. Lalu mereka datang. Mama memelukku dan menjelaskan bahwa dia adalah guru pendampingku di kelas. Aku tak begitu mengerti. Tapi sepertinya ini bukan pertanda baik. Mama pergi meninggalkanku dan perempuan ini berdua.
                Dia mengulurkan tangan, mencoba berkenalan.
                ‘’Bu Mita...’’ katanya dengan mulut yang dibuka lebar-lebar. Lalu menanyakan siapa namamu. Aku tak juga menjawab sambil melihat-lihat ke tempat lain.
                ‘’Siapa na...ma....mu???’’, dia lalu membetulkan kepalaku agar menatapnya. Aku tak juga menjawab. Lalu dia menjawabnya sendiri.
                ‘’Gauri Agatha..... Dipanggil U...riii....U....riiii’’, katanya sedikit keras sembari memegangi kepalaku. Aku mengikutinya.
                ‘’Uyiii....’’, kataku. Dia langsung tersenyum dan bersorak.
                ‘’Pintaaar......’’ ucapnya dengan keras.
                Dia bergegas menggandeng tanganku menuju ke suatu tempat. Aku membatu tak mau. Aku masih mau main di sini. Dia terus memaksa.
                ‘’Uriii, ke kelas, be...la... jar...!’’ ucapnya.
Aku tetap menggelengkan kepala tak mau. Dia mulai menarik tanganku lebih kencang. Kami tarik menarik. Karena dia lebih besar, aku kalah. Aku mengikutinya dengan terpaksa. 

Komentar