Jebra dan Sekolah Impian






Di sungai pinggir hutan hiduplah ikan koi ungu bernama Lusy. Badan yang menggelembung, gerakan yang selow dan warna tubuhnya yang berbeda dari ikan koi lainnya. Tiap sore Lusy berenang menuju dasar sungai mengunjungi plankton-plankton kecil yang tak bisa bersekolah. Sejak manusia membuat sosok plankton yang antagonis di serial spongebob, plankton dikucilkan di mana pun. Termasuk dunia pendidikan persungaian.

Lusy akhirnya mencuri gundukan buku di bebatuan sekolah air, lalu menyimpannya di perut. Dia bangga dengan perutnya yang mengembung karena bisa menyimpan apa pun di dalamnya, kecuali kenangan. Bersama plankton-plankton kecil itu Lusy menghabiskan sore hari dengan belajar aneka huruf sederhana. Lusy prihatin, plankton-plankton yang dikucilkan ini ternyata dikucilkan bukan hanya karena serial spongebob. Mereka benci dengan kurikulum sekolah air, yang mengharuskannya berseragam, berangkat pagi hari, duduk di kelas berjam-jam dan tidak banyak mengajarkan bagaimana bertahan hidup di air untuk melawan serangan limbah dan racun yang dibuang manusia.

Sampai akhirnya Lusy bertemu dengan Jebra, ikan nila bersirip hitam yang pandai sekali bercerita. Rupanya Jebra dikeluarkan dari sekolah air karena terlalu banyak bicara dan suka mengkritik guru di sana. Entah bagaimana ceritanya, Lusy dan Jebra jatuh cinta. Dengan mimpi yang sama akhirnya mereka sepakat mendirikan sekolah air yang menerima siapa pun, termasuk plankton dan hewan-hewan air yang dikucilkan dari sekolah karena berbeda. Maka berdirilah ‘’Sekolah Literaire’’,  memajukan literasi perairan dengan semangat Bapak Fraire, tokoh yang sering diceritakan Jebra dari kisah yang pernah didengarnya oleh ceriwis manusia di darat.

Murid-murid Literaire diajarkan bagaimana caranya menyelamatkan diri saat gempurn limbah datang, mengenali kondisi air berracun atau tidak, mengenali suara kecipak air karena perahu pemancing hingga pemburu ikan yang jahat. Mereka juga diajarkan agar menghragai perbedaan di dunia air, saling bersatu dan menyelamatkan diri untuk kehidupan penduduk sungai yang lebih baik.

Hari berganti bulan, Sekolah Literaire semakin menggema namanya. Banyak lulusannya yang mampu mandiri secara ekonomi dan tangguh menghadapi kondisi sungai yang sering memprihatinkan. Namun selang beberapa waktu hal yang tak diduga terjadi, sekelompok manusia menghujani sungai dengan bangkai mayat manusia lain penuh darah, membuang racun seenaknya selepas perang terjadi. Makhluk sungai kelabakan, menggunakan banyak cara agar selamat. Lusy berenang sekuat tenaga menyelamatkan diri melawan arus dan menghindari aliran darah manusia yang busuk. Dia selamat.

Sayangnya Jebra menghilang, tak tentu rimbanya. Kabar terakhir dia terbawa arus setelah menyelmatkan plankton-plankton yang mual-mual. Maka tinggallah Lusy sendirian. Dia mulai kesepian, menyumpahserapahi  manusia yang seenak jidatnya mengganggu kehidupan penduduk air.
Maka ia bersumpah, akan mendirikan Sekolah Literaire di darat.

bersambung....


Komentar