Koordinator Shadow Teacher memanggil saya. Dia bertanya,
apakah saya pernah bertanya kepada siswa, orangtuanya memilih capres yang mana
saat di kelas? Dia mendapat laporan bahwa mama siswanya bilang bahwa beberapa
hari ini anaknya bertanya hal tersebut berulang-ulang. Saya sedikit kaget dan merasa
tidak pernah membahas ini dengan anak-anak di kelas. Saya lebih banyak fokus
pada siswa yang saya dampingi, selebihnya hanya interaksi sederhana, bercanda
soal makanan, atau saat mencoba menenangkan saat sebagian dari mereka nangis
hanya karena tidak diajak bisik-bisik.
Beberapa hari sebelum ini terjadi beberapa kelompok siswa di
kelas berteriak serempak menyebut salah satu capres dengan sangat vokal. Saya langsung
kaget dan ingin mencoba menetralkan agar mereka kembali bermain saja. Tapi upaya
saya tersekat saat guru di kelas menimpali sambil bercanda ke guru satunya
lagi, seolah sorak-sorak ini hal yang biasa saja. Setelah beberapa kali
bercakap dengan salah satu guru di kelas, rupanya ada salah satu siswa yang
sering terlibat aktifitas mamanya yang merupakan timses salah satu capres. Ikut
kampanye di mana-mana dan memiliki gantungan kunci berwajah capres tersebut di
tas sekolah yang dipakai. Story mamanya juga dapat dilihat saat anak ini
memakai kaos timses, ikut jalan di panasan dan meneriakkan nama dan nomor urut
capres mengikuti rombongan yang jalan di depan. Baru tahu saya kenapa di kelas
bisa sangat vokal teman-temannya ikut berteriak nama capres junjungan mamanya
berulang-ulang. Tapi mengenai saya bicara di depan kelas soal pemilu, sama
sekali saya merasa tidak pernah melakukannya.
Memang beberapa kali saya diminta membantu guru di kelas
menghandle anak-anak saat mereka bermain games, dan mengajari laba-laba kecil
saat jam kosong, tapi bicara soal pemilu, hufh sama orang dewasa aja saya malas
bicara soal ini. Hingga koordinator SHADOW percaya dengan saya dan meminta
untuk menjelaskan pada guru di kelas. Setelah dikonfirmasi ke anaknya, ternyata
memang ada guru pendamping lain yang memiliki nama yang sama dengan saya. Saya cukup
lega, berhubung masih baru, sudah dicurigai ini itu, wkwkwk. Tiba-tiba teringat
pada waktu liputan gerakan 212 di alun-alun saat anak-anak ikut di rombongan,
panas-panasan, meneriakkan yel-yel yang horor (main bakar-bakar an), dan
beberapa tampak mengantuk. Apalagi sampai ada yang rela bolos demi ikut acara
ini yang dia sendiri saat ditanya ikut ya hanya karena ikut-ikutan.
Tolong, jangan libatkan anak-anak terlalu jauh untuk hal-hal
yang lebih bersifat politis di usianya yang bahkan masih belum yakin maksud
dari kegiatan itu apa. Hiks.
Komentar
Posting Komentar