Uji Nyali Hari ke-2




Semalam adalah kali kedua aku tidur di rumah Hida sendirian.

Beberapa malam sebelumnya kadang tidur di kos Ganhiu, pondok Hida, atau di sini tapi ada yang menemani, dulu Atul, pernah Luluk dan kadang Hida. Sempat waktu itu akan memutuskan tidur di sini tapi listrik padam. Saya segera keluar dan menuju kos lama tempat Ganiyu yang berbaik hati berbagi kamar denganku. Pertama kali tidur sendiri saat itu karena sudah sedikit sungkan pada anak-anak di kos Ganiyu. Tempat motor jadi sempit dan aku seenaknya pakai wify, hihiiii. Hida awalnya bilang akan ke rumah ternyata sampai malam tak datang juga. Dan aku ingin uji nyali juga sebenarnya.

Saat tidur dengan Luluk, dia mengajakku untuk memasukkan motor. Aku nurut saja karena waktu itu mati listrik dan ada yang bantuin masukkin haha. Tapi saat aku sendiri beberapa hari yang lalu aku berani tetap memarkir motor di luar rumah dengan pagar bambu yang tetap digembok dan alarm motor yang diset dengan baik. Bermodalkan keyakinan dan sedikit kekhawatiran aku bisa melalui malam itu dengan nyenyak dan lampu menyala. Beruntung aku bisa tidur dalam segala kondisi, mau lampu mati atau menyala sekalipun. Meski sebenarnya lebih nyaman dengan lampu mati karena sudah dibiasakan sejak kecil. Hanya saja saat di Jember aku masih sering menyalakan lampu saat rasa takut muncul. Tak pernah berencana punya teman sekamar tapi kadang masih suka takut tidur sendirian sehingga kadang pintunya dibiarkan sedikit terbuka. Tiba-tiba ingat saat kecil aku penakut kalau kemana-mana sendiri. Wc keluarga kami waktu itu agak jauh di belakang. Bapak selalu dengan sabar bersedia menungguiku. Berbeda dengan ibu yang malas tiap aku suka takut seperti itu. Sembari buang hajat, sembari memastikan apakah bapak masih menungguiku atau tidak. ‘’Pak...!’’ ucapku sambil ngeden. Lalu bapak hanya menjawab dengan Hemm. Seketika lega dan tainya keluar dengan lancar, hahaha.

Pernah juga waktu itu bapak pergi kautsaran rutinan ke rumah temannya. Aku hanya dengan ibu di rumah. Ibu sedikit keras waktu itu padaku yang penakut. Lalu saat dia solat isya aku nyempil di pojokan sambil menutupi muka dengan tanganku yang kecil sambil bersuara lirih dan memanggil bapak. Tapi ibu selalu masa bodoh. Mungkin waktu itu agar aku lebih berani. Entahlah.
Dan kemarin malam, aku memberanikan diri untuk tidur sendiri di rumah Hida lagi setelah berhasil di malam pertama. Perut sudah kenyang, pintu sudah dikunci, motor sudah diset alarm, solat sudah diselesaikan dan lagi asyik baca buku kumpulan cerpen yang dipinjami oleh Mba Zuhana. Pesan dari Hida masuk memastikan apakah berani tidur sendiri aku jawab berani. Sungkan terus merepotkan di pondoknya hihi. Dan akhirnya setelah menghabiskan beberapa cerita, ‘’Crik...!’’ listrik mati. Aku langsung mencari Hp dan menyalakan senter. Sempat berpikir untuk berkemas karena waktu belum terlalu larut, mungkin aku bisa berubah pikiran untuk tidur di pondok atau di kos Ganiyu yang sebenarnya kemarin menawarik agar tidur di kos. Terlebih overthinkingku belum sembuh benar. Saat sendiri saja kadang muncul apalagi dalam kondisi mengerikan seperti ini.

Tapi sudahlah, tidur sepertinya adalah keputusan terbaik. Sembari menyalakan lampu jika sewaktu-waktu listrik menyala. Merapikan beberapa barang berharga seperti laptop dan kamera, dan memasang kabel olor jika sewaktu-waktu menyala bisa langsung dicolokkan. Beruntung kipas angin yang bisa sekaligus jadi senter masih memiliki sisa baterai. Dengan daya yang tersisa aku menggunakannya untuk memberikan sedikit penerangan. Sesekali membuka Hp, lihat status dan sempat ada keinginan untuk update. Tapi sudahlah, Hp kuletakkan lagi. Sempat kepikiran bercerita pada Hida atau siapapun yang bisa diajak cerita, tapi Hp kuletakkan lagi. Aku harus berani, pikirku. Lampu tak kunjung menyala. Aku malas menengok keluar. Sedikit kaget saat melihat jendela ada sedikit cahaya. Rupanya bulan sedang bulat penuh. Pelan-pelan scroll instagram, diletakkan lagi karena takut baterai habis. Lalu akhirnya aku tidur.

Tengah malam aku merasa badanku sedikit gatal. Udara dingin, namun karena tak biasa berselimut aku malas mengambilnya atau sekedar ambil kaos kaki. Saat kulihat lagi rupanya ada banyak semut di bawah bantal dan karpet yang menyangga punggungku. Kubersihkan semut itu dengan penebah dan mencari sumbernya apakah memang ada sisa gula dan makanan di sana. Ternyata tidak. Lalu gatal-gatal lagi. Mereka memang sedang mencari kehangatan dan tak terlalu menggigit karena berpikir aku adalah sumber kehangatannya. Hingga beberapa kali membersihkan rupanya formasi mereka melingkari tempat tidur. Karena mengantuk kubiarkan saja waktu itu pula aku sadar kalau listriknya sudah menyala. Butuh kehati-hatian ekstra berada di rumah baru Hida. Beberapa kali aku membunuh luweng, kelabang dan bertemu dengan laba-laba.

Besoknya kubersihkan lagi semutnya dengan mencari sisa kapur semut, pel pelan dan berencana untuk membeli garam karena sempat melihat entah klabang atau ular kecil di lubang saluran pembuangan kamar mandi.
Tapi yang terpenting adalah uji nyali hari ke-2 berhasil. Aku lebih berani lagi sekarang. Heheyyyy.

Komentar