Selamat sore. Hujan turun lagi dengan pelan. Udara yang
dingin memaksa saya untuk melakukan sesuatu. Karena bingung, saya putuskan
untuk menulis saja. Kali ini topiknya terkait dengan pentingnya penanganan
pasca panen saat produk sedang melimpah.
Saat panen melimpah, harga produk pertanian yang sifatnya perishable atau mudah rusak bisa turun
sampai tingkat yang sangat rendah. Petani tak kuasa mengendalikan harga saat
pasar sudah berkuasa. Beberapa petani frustasi. Dibiarkan membusuk di pohon
sampai ada yang dibuang percuma sebagai suatu bentuk protes atas tidak adanya
pertolongan pemerintah pada situasi tersebut. Kita tidak hanya bicara soal
pasar, tapi juga berapa biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja saat proses
panen. Masih teringat jelas bagaimana ini terjadi saat cabai dan buah naga
beberapa bulan terakhir. Yang biasanya mahal bisa murah macam harga permen
bijian di warung-warung. Bila dibandingkan dengan biaya perawatan, modal dan
sebagainya tentu ini sangat merugikan.
Beberapa hari yang lalu, Mba Zuhana bercerita soal warga
Desa Silo yang bingung mengenai panenan pisang yang selama ini hanya dijual
dalam bentuk buah. Panen hampir setiap hari, dan jika tak lekas dijual tentu
busuk tak bisa dihindari lagi. Sementara pasar juga masih tak menentu. Warga resah,
ingin mengolahnya menjadi sesuatu.
Mengingat lagi saat kuliah di Agribisnis, permasalahan semacam
ini ternyata masih sering dan akan terus kita temui sampai sekarang. Bila dilihat
dari sistemnya, agroindustri ataupun penanganan pasca panen masih dilihat
sebagai sesuatu yang terpisah dari subsistem lainnya. Dari ke-4 subsistem,
mulai dari penyediaan sarana pra sarana, budidaya, agroindustri, hingga pemasaran, rata-rata
petani terhenti di budidaya. Belum ada upaya agar produknya memiliki nilai
tambah yang lebih. Untuk itu, edukasi yang bisa memberikan wawasan terkait
pengolahan produk ini sangat penting. Teutama untuk memotong rantai pemasaran
yang terlalu panjang, fluktuatifnya harga dan sifatnya yang mudah rusak.
Padahal jika dilihat saat ini, referensi inovasi sudah
sangat melimpah di internet. Seperti dibuat tepung, cemilan, kripik, abon dan
inovasi lainnya. Tapi tetap perlu perantara bukan? Kail saja tidak cukup,
karena kolamnya belum tersedia.
Mengingat masih banyaknya kasus serupa di lapangan, saya
ingin belajar lagi lebih banyak tentang ini. Selebihnya, ayo kita diskusi.
Komentar
Posting Komentar