selembar daun yang kosong.




Mengikuti laju angin yang tumpah dalam kepingan atmosfer. 

Meraba-raba apa yang belum selesai dibaca. Berharap semuanya baik-baik saja. Ada hari di mana kesedihan tak perlu untuk diceritakan. Sementara di hari lain kesedihan seperti gelombang. Mengalun tanpa ampun ke daratan.

Tempo hari aku sempat bertanya pada ibu. Kapan seorang perempuan diperbolehkan menjatuhkan hatinya? Lalu ibu bilang, saat kamu menemukan wadah yang siap menangkapnya. Berkali-kali, aku keliru. Hatiku pecah kembali. Wadahnya kekecilan. Malah ada yang sudah menangkap tapi memilih melemparkannya karena melihat hati lain yang lebih merah dari milikku. Pernah juga aku tertipu, wadahnya telah berisi. Terang hatiku terlempar jauh, entah di mana.

Ingin aku bertanya pada ibu, bagaimana menemukan wadah yang tepat. Tapi aku malu. Aku saja masih bingung mencari hatiku yang terlempar itu.  Tapi aku sudah melewati fase kehilangan ini sebelumnya. Aku hanya percaya waktu akan mengembalikannya padaku.

Daun yang kosong itu sedang bersembunyi. Jangan dicari-cari. Bicara rindu, dia jauh lebih merindukanmu.

Komentar