Belajar Mencintai Kancil



pict: belajaringgris.net


Konon, hiduplah seekor kancil yang rajin menanam mentimun di pinggiran hutan. Mentimun milik kancil ini ranum dan memiliki air yang berlimpah. Pada suatu ketika menjelang panen tiba, lahan mentimun milik kancil ini rusak. Seluruh buah mentimun habis hanya menyisakan sepetak saja. Kancil curiga, jangan-jangan ada babi hutan yang jahil meluluhlantakan lahannya. Kancil siap memasang babi-babian untuk menjebak babi hutan agar masuk ke perangkapnya. Malam tiba, kancil pasang kuda-kuda. Tapi ternyata ia salah duga. Lahan yang tersisa dibabat habis oleh sekelompok manusia berseragam. Satunya naik kendaraan yang konon diberi nama Buldozer, sisanya mengawasi sekitar. ‘’Ah, mereka jauh lebih biadab daripada babi hutan itu...’’, pikir kancil.

Barangkali, kancil adalah ikon legendaris di dunia perdongengan Indonesia. Mulai dari kisah hilangnya mentimun petani hingga upayanya melewati 10 punggung buaya untuk menyeberangi sebuah sungai. Kadang nampak licik, kadang nampak heroik. Tapi satu yang kita sepakati hingga hari ini: ia selalu digambarkan sebagai hewan yang cerdik.

Tapi nasib kancil tak seberuntung kisah-kisahnya dalam dongeng. Citranya yang cerdik, licik dan suka mencuri dinilai tak patut menjadi ikon dongeng karena menurut para pegiat anti korupsi dianggap berpotensi melahirkan sosok-sosok koruptor di jiwa dedek-dedek imut penikmatnya. Semacam lagunya, yang hingga hari ini terngiang-ngiang di kepala...
‘’Si Kancil anak nakal
Suka mencuri timun
Ayo lekas dikejar
Jangan diberi ampun....’’

Tapi siapa yang tahu bahwa ternyata kancil bisa menanam mentimunnya sendiri. Menyelamatkan lahannya sendiri dan merenungi keserakahan pencuri mentimunnya dengan penghayatan paling dalam. Kancil bisa jadi apa saja, tapi tak mudah menciptakan karakter dongeng seperti yang kita mau. Dongeng bukan cerpen, dan penulis maupun pendongeng sudah berupaya sebaik-baiknya agar kisah yang dibawakan mengedukasi dan menghibur penikmatnya.

Saya juga melewati masa dimana dongeng adalah menu spesial sebelum tidur. Bapak selalu menyajikan kisah si Kancil dengan sangat menarik. Tiap malam dongengnya selalu sama. Karena bosan dengan alur petani dan hilangnya mentimun, akhirnya bapak membuat variasi berbeda dengan menambah karakter hewan lainnya mulai dari jerapah, harimau hingga monyet. Hingga hari ini, toh saya tak memandang kancil akan menjadi bibit koruptor di masa depan. Mungkin saja kisah kancil yang kita dengar dan baca berbeda, tapi tetap satu jua kan ya?

Nyatanya sepopuler-populernya tokoh fabel ini, saya belum pernah melihatnya secara langsung. Baru tahu jika dalam daftar IUCN mulai dari tahun 2009-2014 Kancil termasuk dalam Data Deficient (DD)yang artinya selama lima tahun terakhir tidak diadakan evaluasi dan penelitian ulang. Hingga 2016, IUCN mengatakan bahwa status ‘’DD’’nya masih sama. Nasib kancil tak sepopuler namanya di berbagai cerita dongeng.

Dalam lubuk hati saya yang paling dalam, kancil tetap memiliki tempat. Sekalipun saya tak banyak mengisahkannya dalam cerita dongeng yang saya bawakan atau tuliskan. Dibalik kisah-kisah cerdiknya, dia selalu berupaya untuk bertahan agar tetap hidup. Toh jika nakal beberapa kali ia kena getahnya sendiri. Kancil adalah kita, yang kadang bangsat dan kadang selihai atletik akrobat.

Tapi cinta tak sesederhana itu. Uhuk.

Di awal perjalanan tulisan ini, sudah ada kancil yang terluka hatinya karena kebiadaban manusia. Mau bilang cinta, takut dia trauma. Luka di hatinya masih menganga, yang bila coba kita jahit akan memerlukan benang ajaib dengan jarum terbaik. Kita telah patah hati di awal, pada kancil yang masih krisis akan kepercayaan.

Belajar mencintai kancil yang tak mudah jatuh cinta memang tak mudah. Hingga pada titik tertentu tak berani saya bilang cinta padanya, takut disindir aktivis konservasi karena tak banyak aksi sebagai bukti. Saya cukup belajar mencintainya semampu saya. Kancil adalah cinta pertama dalam dongeng yang pernah saya saksikan. Toh Cinderella menunggu sihir ibu peri dan kedatangan pangeran untuk merubah hidupnya. Tapi Kancil tetap bertahan, melucu dengan bahagia, melewati punggung buaya hingga terkaman singa.

Semoga saya bisa belajar lebih mencintai lagi. Dari kancil yang telah mencuri hati kita, lalu melewati ujian hidup yang satu ke pertempuran berikutnya. Tak mau berjanji, takutnya kancil tak berjodoh dengan kita. Cukup kita doakan, semoga tetap bahagia dan perjalanannya semakin menyenangkan.

Komentar