sumber pict.: gambarzoom.com |
Ramadhan
tahun ini sama seperti beberapa tahun sebelumnya, lebih banyak saya habiskan di
Jember. Masih banyak tarawih bolong-bolong, tak ada tadarus rutin, atau duduk
mendengar kajian menjelang waktu buka di masjid-masjid sekitar kampus. Bedanya kali
ini adalah saya belajar memasak. Ya, saya belajar masak dan mudah menemukan
sasaran untuk menjadi penikmat masakan saya yang jarang enak itu. Karena apa-apa
yang ada di hadapan orang yang berbuka puasa akan segera dilahap selepas
menahan lapar seharian. Tapi beberapa kali kata mereka masakan saya cukup
berhasil. Sisanya, mulai dari kurang bumbu, kebanyakan air, dsb, jarang rasanya
keasinan.
Di awal-awal
ramadhan, saya, Sekli dan Nizzar jualan es blewah semangka di area kampus. Beberapa kali jalan kami sudah meraup
keuntungan. Namun sayang hujan turun beberapa hari sehingga agenda jualan
tersendat, beberapa buah busuk dan keuntungan sebelumnya habis untuk menutupi
kebusukan buah-buah itu. Tapi tidak hanya karena itu, kami juga sedang sibuk
mengurusi skripsi sehingga harus nunggu dosen sampai sore untuk revisian. Istimewanya,
beberapa kali saya jadi ada keinginan untuk masak sendiri untuk buka saya
dengan teman-teman yang tak jarang dengan anak PPMI. Ada kesenangan tersendiri
ketika teman-teman lahap memakan apa yang telah kita masak sebelumnya. Apa ini
tanda saya sudah mulai beranjak menuju menjadi ibu? Entahlah, kan ibu tak harus
bisa masak.
Uniknya ada beberapa menu yang baru saya pelajari di bulan
ini dan rupanya rasanya cukup berhasil, menuju berhasil dan ada yang kurang
berhasil, mulai dari bobor, masakan bali, masakan kecap, tumisan, sambal ikan
asin dan masakan bersantan . Sialnya penyakit lupa saya masih belum sembuh
juga. Seringkali saya hampir lupa bawa sayur belanjaan yang saya beli, atau
lupa lagi bumbu apa saja yang ditambahkan di masakan tertentu. Tapi internet
selalu bisa memudahkan pekerjaan saya. Jika lupa tinggal buka, dan rasanya juga
tak begitu mengecewakan. Meski tak tiap hari, saya mulai terbiasa memberikan
jamuan pada teman-teman PPMI yang terbilang sedang sedikit krisis ekonomi di
akhir masa perkuliahannya.
Saya jadi teringat pada nenek saya di Trenggalek yang selalu
semangat untuk menjamu tamunya dalam kondisi apa pun. Tak harus mahal, selama
kamu menyajikannya dengan cinta semua akan terasa istimewa. Mungkin kita tak
bisa menyenangkan semua orang, tapi kan bisa beberapa dari mereka. Tak usah
berharap akan setelahnya kita juga akan disenangkan, karena berharap itu sakit
jika tak sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Ramadhan ini istimewa, semoga bisa merambah ke
masakan-masakan lainnya. Kan tak tahu tahun depan akan berbuka dengan siapa? Hiks...
Komentar
Posting Komentar