Baiklah, malam ini saya mau buat pengakuan atas
kekurangproduktifan saya selama ini. Jujur, riwayat saya dalam menulis sudah
dimulai sejak kecil. Hanya saja kurang menekuninya dengan serius. Saya tak
perlu menyalahkan siapapun yang harusnya bisa menjadi salah satu mentor
setidaknya agar dulu bakat menulis saya lebih terasah lagi. Toh pada mulanya,
saya benar-benar pernah menjadi pembaca buku yang cukup rajin pada masa sekolah
dasar. Tapi sekali lagi saya menyesal, saya tidak merawat kebiasaan itu dengan
baik.
Saat pertama kali membaca buku pelajaran bahasa Indonesia
yang ada cerita pendeknya saya terkagum-kagum. Di manapun saya selalu baca
cerita itu berulang-ulang. Meskipun saya tahu di tahun sebelumnya saya telah
membaca ini di buku pelajaran milik kakak saya yang kebetulan duduk satu
tingkat di atas saya. Baru naik kelas tiga, saya mulai mengenal puisi dan
pantun dan bersemangat untuk menuliskannya setiap hari. Hampir satu buku tulis
tipis habis saya gunakan untuk menulis puisi dan pantun saya dengan tema apa
pun. Saya menyesal, buku yang harusnya bisa menjadi pengingat karya-karya
pertama saya tersebut telah hilang.
Naik ke kelas empat, kelas saya disediakan sudut baca di
mana ada tumpukan buku-buku cerita di atas sebuah meja yang berada di sudut
ruangan. Hampir semua buku cerita di sana sudah selesai saya baca. Tak hanya
saya, ibu saya juga ikut membaca buku tersebut karena konon ibu saya juga gemar
membaca sejak kecil. Meskipun malangnya, beliau tak bisa lanjut ke SLTP karena
orangtuanya lebih mendukungnya agar lanjut ke pesantren salaf.
Naik ke kelas 5 menuju kelas 6, mulai banyak tayangan FTV. Saya
mulai belajar menulis cerpen yang agak alay karena sering nonton kisah
percintaan dalam FTV. Sebenarnya bukan menulis saja rupanya saya juga belajar
menggambar jauh sebelum belajar menulis. Meskipun gambaran saya bagus tapi saya
masih kurang dalam hal mewarnai. Buku-buku sisa tahun kemarin habis dengan
gambar-gambar yang didominasi manusia dengan alur cerita tertentu. Tapi kebiasaan
menggambar ini berhenti di masa SD saja. Masa SMP, saya benar-benar telah
meninggalkannya.
Masa MTS saya rupanya masih lanjut dalam kebiasaan menulis. Sesekali
puisi dan beranjak ke naskah drama. Lirik yel-yel dan skenario drama di gugus
depan kami selalu saya tulis dan sutradarai langsung, bahkan jika kekurangan
pemain saya juga ikut main di dalamnya. Tapi saya masih suka malu-malu, dan
hanya bisa memerankan beberapa karakter saja. Dengan rutinnya agenda-agenda
pramuka kala itu saya juga semakin produktif dalam membuat berbagai cerita. Sekali
lagi sayangnya karya-karya tersebut tak saya simpan. Saya hanya ingat beberapa
saja seperti TSK (Ter-PHK-nya Setan Kampret), Mariam Toilet, Si Buyung Tukang
Kentut, dan beberapa cerita lainnya yang sudah saya lupa. Dan ternyata bakat di
bidang teater ini berhenti di sini. SMA saya benar-benar putus hubungan
dengannya.
Masa SMA saya adalah perkenalan pertama saya dengan dunia
jurnalis. Sekali pun tak pernah dapat pelatihan khusus saya akhirnya dapat
masuk di Organisasi Majalah Sekolah dan menduduki posisi Pemimpin Redaksi. Hal ini
sudah saya inginkan jauh hari sebelumnya. Dan akhirnya mulai belajar menulis
artikel yang parah sekali karena tidak ada yang memberikan masukan langsung
pada tulisan kami. Kami benar-benar belajar sendiri dengan pengetahuan
seadanya. Tapi saya senang, majalah di jaman saya cukup banyak mendapat
perhatian warga sekolah dan mulai dibaca dengan gebrakan-gebrakan barunya.
Tak hanya bidang jurnalis, di masa ini saya mulai menulis cerpen
lagi dengan beberapa lomba yang saya ikuti. Rupanya meski tak menang beberapa
kali, beberapa tulisan saya ada yang masuk nominasi bahkan masuk tiga besar. Mulai
dari lomba yang diadakan Ahmad Rifai Rif’an, Annisa Hidayatullah Trenggalek,
hingga FLP cabang UM, saya berhasil masuk nominasi. Beberapa tulisan mulai
dibukukan. Dengan bergabung dengan QLC (Quantum Litera Center), langkah saya
dalam mendalami dunia literasi khususnya cerita fiksi semakin terbuka lebar.
Hingga akhirnya saya mulai masuk ke dunia perkuliahan, saya
bergabung dengan UKM Jurnalistik. Saya mulai mengenal jurnalistik lebih jauh
yang tentunya berbeda dengan jurnalis ala-ala saat saya masih SMA yang biasa
menyapa pembaca dengan kata ‘’Hai Guys....’’ atau ‘’Hai Absolut Holic, jmpa
lagi nich..... hmmm. Berkutat dengan media online dan cetak memaksa saya untuk
menulis dengan kode etik yang sudah ditentukan. Sialnya, saya terpaksa lagi
menjabat sebagai pemimpin redaksi. Sampai akhirnya dan untungnya dapat
menelurkan satu majalah yang mungkin tak bagus-bagus banget. Tapi karya
tetaplah karya, anak kita yang patut untuk diapresiasi kelahirannya. Mengenai tulisan
fiksi, jujur saya jarang sekali menulis di era ini. Sesekali menulis di awal
dan menang juara dua di Kompetisi yang diadakan IMABINA UJ pada tahun 2014. Atau
saat orang QLC mengajak proyek menulis cerpen antologi. Selebihnya saya lebih
disibukkan oleh menulis laporan praktikum dan kemalasan saya yang membandel. Eh
tapi rupanya laporan-laporan itu pula yang akhirnya mendorong saya menulis
kejemuan saya lewat puisi. Dan beberapa puisi saya ini di sukai para mahasiswa
baik di kampus saya atau bahkan di universitas lain lewat komen di blog hingga
inbok di medsos saya. Saya senang rupanya mereka terketuk dengan apa yang telah
saya tulis.
Eh ada yang lupa, di masa ini Alhamdulillah saya berhasil menerbitkan buku single pertama saya yang menurut saya terlalu buru-buru untuk dilahirkan. Judulnya ''Merpati dengan Sejuta Mimpi'', saya mulai malu kalau pernah menulis ini. Tapi tak apa, setelah ini saya ingin belajar melahirkan buku kedua yang mana saya nanti tak malu karena pernah melahirkannya.
Dan kini, menjelang akhir kuliah saya, rupanya saya
melewatkan banyak hal yang harusnya banyak saya asah saat masih menjadi
mahasiswa ini. Tak hanya menulis, tapi juga membaca. Entahlah mengapa saya
membaca tak bisa senikmat dahulu. Membaca karena tuntutan atau malah karena
untuk keren-kerenan. Dampaknya, tulisan saya yang kurang diasah itu juga tak
mengalami peningkatan karena otak saya yang kering akan bacaan. Saya menjadi
mudah melupakan.
Akhir-akhir ini penyesalan itu semakin menjadi dan saya
ingin memulai hal-hal yang sudah saya lewatkan itu. Saya ingin belajar membaca
dengan nikmat, saya ingin belajar menulis dengan khidmat. Semoga keinginan saya
ini konsisten. Ingatkan saya jika blog saya ini lama tak diisi ya...
Komentar
Posting Komentar