SEBUAH CATATAN : MANUSIA-MANUSIA DINGIN YANG (BERUSAHA) MENULIS TENTANG CINTA


                Akhir Oktober 2016, tema besar Majalah Tegalboto edisi XVIII terpilih. Melewati proses panjang serta menelusuri rentetan perdebatan. Dengan pertimbangan cultural studies yang masih berusaha dipertahankan, akhirnya tema yang terpilih adalah cinta. Waktu itu Toni (yang baru saja punya pacar baru) mencetuskan usulan ini saat kami berbincang di ruang redaksi. Dia beralasan, bahwa dengan membawa tema ini kita bisa berangkat dari mana saja untuk menuliskannya, baik film, lagu, novel maupun karya sastra lainnya. Saya mengiyakan, dan bersiap untuk menyusun TOR saat rapat tema dengan pengurus lainnya. Malam itu kami tak menyadari, bahwa menulis cinta tak semudah yang kami kira. Beberapa meragukan, karena mayoritas dari kami tak memiliki pasangan. Mau menulis cinta yang bagaimana?

Kami mencoba membangun paradigma, dengan menghadirkan Mas Lukman, Dosen FISIP, untuk memantik diskusi. Berbagai referensi ditawarkan, beberapa tokoh mulai dari Nietzche, Lachan, Hume, Hegel, Camus, dan beberapa tokoh lain dihadirkan. Saya, Nizzar, Sekli, Ani dan Hidayatul masih sangat pemula dalam memahami filsafat. Berbeda dengan Yudis dan Toni yang memang sudah menempuh jalan hidup sunyi itu jauh-jauh hari sebelumnya. Kami sepakat untuk membaca dulu buku-buku yang ditawarkan Mas Lukman. Beberapa harus diterjemahkan, beberapa lagi harus dipahami berkali-kali untuk dimengerti. Ya...pekerjaan ini menghabiskan waktu berbulan-bulan. Kami terjebak stagnansi, semakin bingung dan mirip orang linglung. Organisasi dengan kapasitas SDM yang sangat minim, dan anggota magang yang hilang menjadi tuntutan lain yang membebani pundak kami. Ditambah lagi Kemahasiswaan mencoba merapikan format pengurus tiap UKM agar hanya bisa dijabat oleh mahasiswa maksimal semester 7. Kami bingung, tak tahu harus berbuat apalagi. Dengan segala upaya, majalah ini akhirnya tetap dibawah kendali saya sebagai Pemred dan Toni sebagai PU. Namun organisasi tetap harus berubah. Tiga srikandi TB yang masih angkatan 2014 harus naik di posisi utama untuk disetorkan nama dan mengambil tongkat estafet secara terpaksa. Ya, majalah ini harus tetap berlanjut. Sekalipun masalah menyerang organisasi berturut-turut.


pict: 1sowan ke mas Oryza
                Sampai akhir Februari (2017) kami sowan ke Mas Oryza selaku alumni yang berdomisili di Jember dan masih berkiprah di kepenulisan. Seperti alumni lainnya, kami selalu diarahkan agar punya gaya sendiri tak perlu terbebani dengan apa yang sudah ada sebelumnya. Beberapa tawaran diusulkan, dan kami coba dibagi-bagi sesuai dengan kapasitas yang bisa kami masuki. Toni dan Yudis posisinya sudah demisioner dan tak terlalu bingung mau menulis apa (nampaknya), tak bergabung dengan kegelisahan kami yang masih mencoba mencari bentuk yang pas untuk tulisan kami nanti. Akhirnya, kami ber-5 sepakat untuk menambahkan hasil wawancara di tiap tulisan dengan tetap berupaya menganalisisnya lewat wacana. Nizzar mewawancarai seorang ibu yang berjuang keras demi kesembuhan anaknya yang sakit-sakitan sampai sang anak meninggal dengan menganalisisnya melalui Freud dan Fromm, Sekli mewawancarai seorang tunanetra yang ditinggal istrinya dengan menganalisisnya melalui Hegel dan  salah satu film, sedangkan saya mewawancarai seorang Pekerja Seks Komersial dan menganalisisnya melalui pemikiran Beauvoir. Hidayatul karena tak bisa menyelesaikan tulisannya dalam mengkaji cinta dalam sastra akhirnya saya sarankan untuk menyelesaikan esai foto dengan JFC sebagai objek utama. Dengan kamera pinjaman akhirnya tulisan itu terselesaikan. Toni dan Yudis tetap mempertahankan gaya menulisnya tanpa wawancara. Toni menggunakan pendekatan karya Sastra Seratus Tahun Kesunyian dan Yudis mencoba mengulik pemaknaan cinta mulai dari kelahiran hingga kematian.
                Kami sepakat untuk menyusun kerangka tulisan dan merapatkannya berkali-kali. Tak tepat dihapus, ganti posisi dan buat yang baru lagi. Waktu terus berjalan dan kami belum juga mulai menulis. Selain itu kami juga masih bingung paradigma cinta yang kita bangun itu seperti apa. Ya...tahap paling lama adalah menyelesaikan cinta yang ada di kepala kita. TOR baru dibuat lagi bulan April 2017 untuk dipersiapkan bagi pengantar kontributor yang akan menghibahkan tulisannya pada kami.
                Tanggungan saya tentu paling berat. Selain menyusun timeline, saya juga harus membagi tugas penulisan rubrik lain bagi para pengurus, memastikan semua terselesaikan sesuai deadline (meski molor tak bisa dihindari), dan mencoba menjaga mood saat organisasi sedang sibuk-sibuknya. Skripsi saya tinggal selama satu semester. Saya benar-benar ingin fokus di majalah ini. (maafkan saya ya Pak, Buk!)
                Selain harus menulis teropong dan tulisan wajib lain, saya juga harus menyelesaikan rubrik lain ketika pengurus lain tak bisa menyelesaikan tugasnya. Membuat paragraf pembuka di rubrik-rubrik belakang, dan memastikan hal-hal kecil seperti sidebar, quotation, pustaka wacana, ensiklopedia, hingga glosarium terselesaikan dengan baik. Saya bersukur ada Sekli yang selalu sabar berbagi tugas dengan saya dalam hal ini. (kamu memang calon ibu guru idola hehe)
                Selain Sekli, saya senang memiliki Redpel setangguh Nizzar. Dia membantu saya menghubungi Mba Febriana Firdaus untuk mengulik rubrik cangkruk. Kami melakukan liputan sendiri ke Ponorogo dengan transportasi seadanya di Kampung idiot untuk meliput kisah cinta pasangan tunagrahita. Terimakasih kawan Al-Millah yang bersedia menemani perjalanan kami selama di sana. Akhirnya rubrik jejak terselesaikan, dan Nizzar pula menyumbangkan satu lagi tulisannya tentang geliat Gay di Indonesia melalui kacamata buku Dede Oetomo, karena terdapat kekurangan halaman (terutama setelah Ani mundur). Nizzar juga menemani saya saat wawancara seorang PSK di Puger.


pict: 2reportase di kampung idiot Ponorogo
Ani mundur di tengah jalan, rubrik polling yang mencari data-data tentang ekspresi cinta akhirnya menjadi tanggungan saya setelah data kuosioner yang disebar oleh kami sudah dibuat tabulasi. Saya sempat kewalahan karena tulisan yang lain belum terselesaikan. Untuk mengimbangi kekurangan tulisan saya harus mencari kontributor. Beberapa mengiyakan, beberapa lagi menolak. Setelah ditolak berkali-kali akhirnya ada 5 kontributor yang bisa menyumbangkan karyanya pada kami (beserta judul tulisannya: Mas Oryza (Perempuan yang Membuat Meja Makan di Rumahku), Mas Nurani (Basis Sosio-ekonomi bagi Dinamika Pelepasan Energi Cinta), Mas Lukman (Mempertimbangkan Cinta dari Visi Apokaliptik dan Dekadensi), Mas Hakim (Mencintai Setan Alas) dan Mba Lidia (Cinta Sang Idola). Ucapan terimakasih sekali lagi saya sampaikan pada kontributor, karna mereka lah warna majalah ini lebih bergradasi lagi. Tak hanya kontributor, saya juga harus menghubungi orang-orang terpilih (cie) untuk menuliskan surat pembaca. Setelah ditolak bberapa kali, akhirnya tiga orang yang baik hati bersedia, yaitu Mas Somad, Mas Yongky dan Pak Jazuli.
Di majalah ini juga rubrik baru bertajuk Cinema muncul. Cinema mengulik film dari isi, kelemahan, kelebihan, serta meninjaunya dari fenomena yang terjadi sekarang. Film yang kami pilih di kemunculannya yang pertama ini adalah ‘’The Lobster’’, berkat usulan dari Mas Bill. The Lobster menyajikan sebuah film komedi satire dengan setting era distopia bagi kaum lajang. Saya kebagian menulis ini karena redaktur lain masih sibuk dengan tulisan masing-masing.
Begitu tulisan terkumpul  tahap yang cukup memusingkan tiba, yaitu tahap editing. Di Tegalboto, tahap ini diikuti semua anggota. Tak hanya ejaan dan keterpaduan antar kalimat maupun paragraf saja tapi juga kelengkapan referensi dan penyajian isinya. Beberapa dari kami harus merombak kerangka tulisan ulang, menggali data lagi ke narasumber dan menambah referensi yang dirasa masih kurang. Toni dan Yudis yang kebetulan sudah berhadapan lama dengan teks wacana tak henti mengomentari isi tulisan kami yang janggal. Ada yang merubah total, ada yang hanya merubah sebagian. Ini sebagai upaya kami untuk mempertahankan nyawa majalah Tegalboto yang berupaya untuk (semoga) senantiasa mencerahkan masyarakat.
Editing selesai, tahap yang tak kalah panjangnya adalah tahap layouting. Hidayatul dan Toni kebagian tugas ini. komputer kami sudah rusak, kami tak punya pilihan lain lagi selain menggunakan laptop. Karena keterbatasan komputer itu pulalah tahap layouting ini sedikit terhambat. Secara pribadi saya minta maaf kepada Hidayatul yang selalu kebal menerima omelan saya. Andai saya bisa melayout, saya ingin sekali membantunya. Karena saya tak bisa, yang saya upayakan hanyalah menemaninya tidur di sekret agar layoutannya cepat selesai. Menyusunkan urutan halamannya, menggambar desain jelek hingga membuat kata-kata maupun ide yang sebenarnya tak banyak membantu. Saya banyak dosa padamu Tul, maafkan saya. Puncak kegupuhan saya adalah saat tiba-tiba mengechek pdf layoutan yang sudah dikirim ke percetakan. Ada halaman kebalik, dan ada satu tulisan, hasil liputan saya dan Nizar di Ponorogo ada bagian yang hilang. Saya menangis, bingung dan mencoba menghubungi pihak percetakan yang lama tak bisa dihubungi. Ternyata masih bisa, dan air mata saya berubah jadi ketawa campur malu tak terkira.
Tak lupa, kami juga kebingungan dengan cover dan judul. Judul akhirnya tercetus oleh Toni dan saya mencoba menanyakan penyusunan katanya pada salah seorang mahasiswa sastra inggris yang dulu jadi anggota Tegalboto. Di edisi ini, cover majalah kami sedikit berbeda. Tidak ada lagi model cantik seperti edisi sebelumnya. Kami juga mengubah sekret kami menjadi studio dadakan dengan background dan pencahayaan yang ala kadarnya. Aliva dan Haris, anak magang kami kebetulan memang punya keahlian di bidang fotografi. Desainer covernya memang andalan, Mas Bill bersedia membuatnya untuk kami. Properti kita juga ala kadarnya. Setangkai bunga mawar dan reruntuhan kelopak bunga yang terbuang di depan toko florist. Vas nya yang justru punya sejarah sendiri dalam pencariannya. Saya dan Hidayatul harus berputar-putar ke toko-toko yang ada di Jember. Mulai salah masuk ke toko souvenir nikahan sampai nyasar kebablasan di jalur satu arah. Hidayatul memang kuat dan tahan banting seperti pernyataannya saat diwawancarai menjelang diangkatnya dia di Tegalboto. Sekalipun macet, saya berupaya menghiburnya,’’Ingat Tul, bahagia’’. Kami tertawa terpingkal di tengah macet meski apa yang kami cari tak kunjung didapatkan. Harusnya saya bisa menerapkan moto itu di berbagai hal, tapi saya sepertinya memang harus belajar lagi untuk konsisten bahagia di setiap permasalahan yang ada.

pict: 3sesi pemotretan cover di sekretariat tegalboto
KELAHIRAN YANG PENUH DRAMA
Tak selesai sampai disitu. Kami harus patungan untuk membayar DP percetakan ini. uang dari rektorat cairnya agak telat. Saat majalahnya sudah diproses, ada masalah lagi. beberapa halaman dinilai terlalu fulgar dan harus diganti jika ingin terus didanai. Sore itu kami langsung berkumpul. Bagaimanapun  desain gambar itu karya salah satu personil kami, dan majalah sudah proses cetak. Akhirnya kami menghubungi percetakan yang hampir tak bersedia memenuhi permintaan kami. Lembaran hampir dijilid dan pekerja sudah kelelahan menyusunnya dari awal lagi. Akhirnya pihak percetakan tetap bersedia dengan syarat ada biaya ganti, kami mengiyakan karena memang harusnya seperti itu, hehe.
Satu masalah selesai. Biaya percetakan sudah ditransfer (meskipun telat dari perjanjian). Kami terus menunggu dengan terus berkoordinasi dengan pihak pengirim. Transaksi dengan agen pengiriman sudah diselesaikan oleh pihak percetakan (Diandra) pada senin sore, tanggal 20 November. Beliau memastikan kamis sudah sampai Jember. Kamisnya kami menunggu-nunggu, dan majalah itu tak kunjung datang. Saya kembali menghubungi pengirim agen pengiriman yang ada di Jember dan ternyata barang masih di Jogja. Kami mulai panik. Pihak pengirim memohon maaf karena agen pengirimnya memungkiri janji, selama tiga hari barangnya tak diberangkatkan. Akhirnya pihak percetakan tak mau tahu meminta agen pengiriman harus bisa memastikan majalahnya sampai jumat pagi. Malam kendaraan mereka berangkat. Jumatnya saya kembali menghubungi pihak agen Jember dan mereka menyatakan biasanya kendaraan transit di Surabaya dan barang kemungkinan sampai sekitar senin dan selasa. Kami kembali panik dan bingung. Bagaimana mungkin? Senin malam kami launching, dan Sabtu majalah harus disebar beserta undangan pada para tamu. Saya kembali menghubungi lagi pihak pengirim dan mereka turut serta menyampaikan permohonan maafnya karena agen pengiriman langganannya ini tak pernah seperti itu sebelumnya. Saya hampir putus asa, dan pihak pengirim terus menghubungi pihak agen untuk memastikan Sabtu pagi majalahnya sampai. Kami berusaha untuk tenang. Paginya kami rapat di kafe mangkrak dekat sekret karena sekret kami sedang direnovasi oleh kemahasiswaan. Kami langsung menuju pihak agen Jember karena pesan saya tak kunjung mendapat balasan. Sampai disana, kata petugasnya mobil pengiriman masih di Jalan, mungkin siang ini sampai. Siang saya hubungi lagi dan tetap tak ada balasan sampai magrib. Kami sepakat untuk mendatanginya beramai-ramai. Paling tidak jika kecewa, bisa kita lalui bebarengan.
Sampai disana, saya hampir menangis (lagi) untuk kesekian kalinya. Ada kendaraan box besar berwarna hitam depan agen tersebut. saya berharap majalah kami termasuk di dalamnya. Saya langsung menanyakan, dan mereka segera mencari-carinya. Kami berpelukan, sekalipun mulai sedikit cemas karena kardus berisi majalah kami tak kunjung ditemukan. Dan ternyata....majalah kami ketemu. Dua kardus dengan berat total 75kg akan segera kami bawa pulang dengan motor yang kami bawa. Kami datang berlima, (satu merupakan anak magang), dan sok-sok an akan membawa kardusnya dengan motor. Ternyata kesusahan, dan langsung memesan go-car. Makasih ya percetakan Diandra dan Pak Ucup yang sudah bersedia menerima banyaknya permintaan kami. Ya, sudah sampai akhirnya dan besoknya kita segera kerja keras untuk menyebar undangan dan meminjam barang-barang yang diperlukan seperti karpet dsb untuk persiapan launching.
AKHIRNYA LAUNCHING JUGA
Senin malam, 27 November 2017, hari yang kami tunggu-tunggu tiba. Bertepatan dengan perayaan ulangtahunnya yang ke-24(26 November) kami mengadakan launching majalah kami yang berjudul ‘’The Anomaly of Love’’. Seperti yang kami duga, kami tentu kekurangan personil. Anggota empat orang dengan anak magang lima orang tentu membuat kami kewalahan. Untung kawan dari PPMI dan Mas Bill (selaku layouter cover dan kaos majalah ini) dengan setia membantu kami menyiapkan acara seperti memasang banner dsb.

Dengan jumlah panitia yang tak genap sepuluh kepala, kami pontang-panting mengerjakan tugas masing-masing. Rizaldi merangkap ketua panitia, Atul memberi sambutan selaku PU dan membantu Sekli mengatur konsumsi, Aliva dan Ali menjadi MC dadakan, Haris sebagai Dekdok dan Ridwan membantu konsumsi, beberapa kali mereka bagi tugas antara mengurus registrasi, tamu hingga konsumsi. Sementara saya dan Nizzar deg-degan minta ampun duduk di depan beserta dua narasumber kita, Mas Lukman dan Mas Hery.
Pembina kami, Mas Romdhi dan Pak Jazuli (Kabag Kemahasiswaan) datang dan bersedia memberi sambutan serta mengikuti proses diskusi majalah kami meskipun tak sampai akhir. Beberapa tamu undangan dari Lembaga Pers Mahasiswa, kawan dari Organisasi Ekstra Kampus, hingga berbagai komunitas di Jember  turut hadir dan meramaikan diskusi. Beberapa dari masyarakat umum serta mahasiswa yang merupakan anak FISIP mahasiswa dari Mas hery dan Mas Lukmn juga turut hadir.Jujur saya sedikit takut grogi dalam menjawab beberapa pertanyaan. Diskusi juga berjalan lancar mengingat tema majalah kali ini memang begitu sexy untuk dikaji. Mungkin tumpeng yang bertengger di sisi kanan juga menjadi pertimbangan agar mereka tak segera pulang.
Selamat lahir ke dunia, Nak! Kami tak pernah menuntutmu terlahir dan tumbuh dengan sempurna. Seperti judulmu, bahwa segala sesuatu di dunia ini selalu bersinggungan dengan anomaly. Karena keanomalianmulah, kita bisa belajar lagi bahwa setiap manusia selalu memiliki cara untuk mencintai. Tanpa harus memutlakkan bentuknya, tanpa harus mencaci cara yang lainnya.

Itu tadi prosesnya, megenai penjelasan seluruh isi majalah dan diskusi tak sa tampilkan disini. Selamat membaca!

Komentar