Antara Identitas dan Formalitas


Nurfitriani

Masih ingat dengan salah satu sinetron di layar televisi Indonesia dengan judul ISLAM KTP yang sempat membuat anggota keluargamu tak ingin melewatkan satu episodepun tiap harinya? Ada sesuatu dibalik judul penuh ironi tersebut, menyangkut dua hal yang selama ini sering terabaikan: Identitas dan formalitas!
@@@
Setiap orang memiliki identitas yang membuatnya berbeda dari yang lainnya. Sebagian dari mereka merasa bangga dengan identitasnya, sementara yang lain merasa malu dengan hal itu. Seorang buruh cuci bisa saja malu menunjukkan identitasnya pada teman lamanya saat reuni SMA. Sementara itu salah satu sahabatnya yang berprofesi sebagai guru merasa bangga dengan identitasnya. Disisi lain salah seorang siswi pelajar SMA hampir gila mencari identitasnya. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan identitas itu sendiri? Mengapa hal tersebut menjadi sesuatu yang harus dicari?
Menurut Erikson, identitas adalah konsepsi koheren tentang diri sendiri, dibentuk oleh tujuan, dan keyakinan yang mengikat seseorang secara kuat. Sama halnya seperti ketika seorang pelajar pada hari tertentu diwajibkan memakai seragam. Seragam dianggap sebagai suatu ciri khas dan kebanggaan para warga sebuah institusi pendidikan. Tidak hanya sebatas itu, identitas sering kali menjadi pemicu suatu kasus besar yang menjadi catatan sejarah dalam perjalanan karir seseorang. Seperti yang dialami oleh Jackie Robinson yang sempat menemui kesulitan untuk masuk ke dalam liga utama Bisbol akibat identitasnya dari bangsa berkulit hitam. Namun akhirnya ia berhasil menjadi seorang berkulit hitam Afrika Amerika pertama di abad ke-21 yang bermain dalam liga utama Bisbol. Identitas memang begitu penting, bahkan tanpa identitas mungkin manusia bagaikan seonggok mayat hidup yang berjalan dimuka bumi. Tanpa arti dan tanpa pengenal diri.
Formalitas, kata yang sering diucapkan oleh berbagai kalangan utamanya kalangan terpelajar contohnya mahasiswa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), formal berarti adat kebiasaan yang berlaku, sedangkan formalitas artinya sekadar mengikuti tata cara atau basa-basi. Melihat kata basa-basi disini dalam artian melakukan suatu perbuatan yang pada dasarnya bukan menjadi suatu tujuan utama. Sesuatu yang mungkin tidak didasarkan pada kesadaran yang tinggi dan hanya sekedar basa-basi. Sesuatu yang basi memang tidak istimewa sama sekali. Contoh kasus formalitas yang kini makin menjamur di Indonesia adalah pada sistem pendidikannya.
Sebagian penduduk Indonesia menilai pendidikan tidak begitu penting hanya sebagai formalitas belaka. Bersekolah dianggap sebagai kewajiban yang harus ditunaikan sebatas untuk mengikuti sesuatu yang “pada umumnya”. Padahal sejatinya pendidikan itu sendiri lebih daripada sekedar kewajiban namun kebutuhan. Sama halnya perut kita yang senantiasa membutuhkan makanan, demikian juga dengan pikiran. Pendidikan menjadi sebuah nutrisi tersendiri yang harus dipenuhi. Jika hanya untuk sekedar formalitas, tentu sia-sia uang yang mereka keluarkan untuk sebuah pendidikan itu sendiri.
Kini identitas mulai banyak yang ternoda dengan anggapan sebatas formalitas saja. Banyak orang yang terjebak dengan identitas itu sendiri hingga tidak sadar bahwa apa yang mereka pegang teguh tersebut bukan lagi sesuatu yang bernilai tinggi namun karena memang yang lain juga melakukannya. Sama halnya seperti judul sebuah sinetron yang disebutkan diawal tadi. ISLAM KTP! Islam yang tertera di dalam identitas pengenal tersebut hanya sebatas mengisi kekosongan bagian kolom agama. Saat ini krisis identitas terutama terhadap agama semakin meningkat. Banyak yang mengaku islam, namun sering melalaikan kewajiban yang harus ditunaikan.
Selain pendidikan, contoh nyata mengenai identitas yang mulai ternoda oleh formalitas adalah KTM (Kartu Tanda Mahasiswa). Saat ini mahasiswa menjadikan KTM itu sendiri hanya untuk melengkapi salah satu sarana untuk menikmati fasilitas yang ada di kampus. Bukan lagi menjadi suatu hal yang begitu berharga nilainya, namun lebih pada fungsi yang ada disana. Jikalau KTM hilang mungkin sebagian beberapa mahasiswa bukannya bingung karena identitas yang berharga telah luput dari mereka. Mereka cenderung takut kehilangan fasilitas yang bisa didapat dengan adanya KTM, seperti masuk ke perpustakaan, mendaftar sebagai praktikan, mengajukan beasiswa, mengikuti berbagai kompetisi di kampus, dsb. Ditambah lagi saat ini dengan adanya KTM Terpadu yang juga memiliki fungsi sebagai ATM, perlu dipertanyakan apakah tahap pemrosesannya jika hilang mudah atau tidak. Mengingat pada KTM yang lama proses pembuatan KTM ulang yang hilang relatif cepat.
Identitas dan formalitas merupakan dua hal yang jauh berbeda, ibarat air putih dan minyak yang dicampur, mereka tak akan pernah bisa menyatu. Mungkin ketika air dan minyak itu berdiri sendiri mereka masih bisa jernih dan kuat. Namun ketika keduanya dipersatukan maka yang terjadi adalah keduanya justru saling melemahkan ikatan antar partikelnya. Bahkan yang muncul saat ini ada bagian yang terseleksi karena posisinya telah terganti. Yang patut dilakukan saat ini adalah mempertanyakan apakah sekelilingmu ada yang identitasnya terserang oleh syndrom formalitas, atau bahkan diri kita sendiri telah terserang secara akut dan menularkannya ke orang lain?  

Komentar